Senin, 17 Maret 2025

MODEL PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP UNTUK MENGATASI KEKURANGAN GURU DI SEKOLAH DASAR

Latar Belakang Kekurangan Guru di Sekolah Dasar
    Indonesia menghadapi masalah serius terkait pemerataan guru, terutama di daerah pedesaan atau wilayah terpencil. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, terdapat ketidakseimbangan dalam distribusi guru di berbagai daerah yang menyebabkan sebagian sekolah kekurangan guru, sementara di tempat lain, jumlah guru justru berlebih. Ambil saja contoh di Provinsi Jawa Timur. Hasil olah data dari Dapodik, terdapat 272 Sekolah Dasar dengan kondisi siswa kurang dari 30 anak dan guru kurang dari 5 orang. Sebanyak 189 sekolah berstatus negeri dan 83 sekolah berstatus swasta. Total keseluruhan guru dari 272 sekolah tersebut sebanyak 1,046 orang (Sumber; Dapodik pertanggal 12-03-2025). Gambaran data dapat dilihat dari grafik dibawah ini.

    Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa meskipun jumlah sekolah dasar di Indonesia cukup banyak, distribusi guru di beberapa wilayah masih sangat terbatas. Misalnya, di daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, banyak sekolah yang mengalami kekurangan guru dalam bidang studi tertentu, seperti matematika, sains, dan bahasa Inggris. Hal ini menjadi tantangan besar dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, karena kekurangan guru dapat mengganggu proses pembelajaran yang efektif dan mempengaruhi prestasi siswa.
       Kekurangan guru ini tidak hanya disebabkan oleh masalah jumlah, tetapi juga oleh distribusi guru yang tidak merata. Salah satu solusinya adalah melalui model pembelajaran kelas rangkap (multigrade), yang memungkinkan satu guru untuk mengajar lebih dari satu jenjang kelas dalam waktu yang bersamaan. Model pembelajaran ini juga menjadi salah satu alternatif yang direkomendasikan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah seperti yang termaktub dalam Permendikbud Nomor 47 Tahun 2023 Tentang Standar Pengelolaan Satuan Pendidikan PAUD, Dasar dan Menengah tepatnya pada Pasal 10 ayat (4) disebutkan "dalam hal terdapat keterbatasan ketersediaan pendidik, kebutuhan jumlah pendidik direncanakan berdasarkan pelaksanaan kelas rangkap pada sekolah dasar/Madrasah Ibtidaiyah". Model ini dapat menjadi solusi yang efektif, meskipun juga memerlukan pengelolaan yang cermat untuk memastikan kualitas pendidikan tetap terjaga.
Model Pembelajaran Kelas Rangkap: Konsep dan Definisi
    Model pembelajaran kelas rangkap merupakan suatu model pembelajaran di mana seorang guru mengelola lebih dari satu kelas dalam waktu yang bersamaan atau dalam satu ruang kelas yang sama. Dalam konteks sekolah dasar, model ini sangat berguna ketika ada kekurangan guru, baik dari segi jumlah maupun spesialisasi mata pelajaran. Pembelajaran kelas rangkap memberikan kesempatan bagi satu guru untuk mengajar dua atau lebih kelas dengan menggunakan metode dan pendekatan tertentu yang memungkinkan siswa tetap mendapatkan pembelajaran yang efektif.
    Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2018), pembelajaran kelas rangkap dapat diartikan sebagai proses pembelajaran yang memungkinkan guru untuk mengelola lebih dari satu kelas dengan cara yang terstruktur dan terorganisir. Wibowo menjelaskan bahwa model ini bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan tenaga pengajar dalam menghadapi kekurangan guru yang terjadi di banyak sekolah. Guru perlu memiliki keterampilan manajerial yang baik agar dapat mengelola dua atau lebih kelas dalam satu waktu dengan tetap menjaga kualitas pembelajaran.
    Dalam penerapan model ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, guru harus dapat membagi perhatian dengan efektif antara dua atau lebih kelompok siswa yang berbeda. Kedua, materi ajar harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman masing-masing kelompok siswa. Ketiga, teknik pengajaran yang digunakan harus cukup fleksibel agar dapat diterapkan pada beberapa kelompok siswa sekaligus.
    Telah banyak hasil-hasil penelitian terkait dengan model pembelajaran kelas rangkap. Hasil penelitian Rahmawati tahun 2019 menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dapat meningkat dengan penerapan pembelajaran kelas rangkap yang terencana. Setiawan (2021) menyatakan bahwa inovasi dalam pembelajaran sangat penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang dinamis. Tantangan dalam pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap, seperti pengelolaan kelas, diungkapkan oleh Pratiwi (2022), yang menyarankan solusi praktis untuk mengatasi masalah tersebut. Widiastuti (2020) menekankan bahwa pembelajaran kelas rangkap bisa menjadi alternatif yang layak, terutama di daerah terpencil. Kurniawan (2021) meneliti efektivitas metode ini dan menemukan bahwa siswa dapat belajar dengan baik meskipun dalam kelas yang terintegrasi. Lestari (2019) mengemukakan bahwa model pembelajaran ini dapat diterapkan di berbagai konteks pendidikan, termasuk di daerah yang kurang terjangkau. Terakhir, Maulana (2020) menyoroti pentingnya kebijakan pendidikan yang mendukung implementasi pembelajaran kelas rangkap untuk meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Indonesia.
Manfaat Model Pembelajaran Kelas Rangkap
    Terdapat banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan penerapan model pembelajaran kelas rangkap, di antaranya: (1) efisiensi penggunaan tenaga pengajar. Salah satu keuntungan utama dari model pembelajaran kelas rangkap adalah efisiensi dalam penggunaan tenaga pengajar. Dengan model ini, satu guru dapat mengajar dua atau lebih kelas, sehingga dapat mengurangi kekurangan tenaga pengajar yang ada di sekolah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2019), efisiensi pengelolaan waktu dan sumber daya ini menjadi sangat penting, terutama di sekolah-sekolah yang memiliki jumlah guru terbatas. Ini memungkinkan sekolah untuk mengelola proses pembelajaran dengan lebih optimal, meskipun terbatas oleh jumlah guru yang ada. (2) mengurangi beban kerja guru. Beban kerja guru menjadi salah satu masalah yang sering dihadapi oleh tenaga pengajar di sekolah dasar. Dengan adanya model pembelajaran kelas rangkap, meskipun seorang guru mengajar lebih dari satu kelas, ia tetap dapat mengatur waktu dan pembelajaran untuk setiap kelas secara terorganisir. Hal ini bisa mengurangi tekanan yang dirasakan guru karena memiliki tanggung jawab yang lebih besar. (3) peningkatan keterampilan manajerial guru. Mengelola dua atau lebih kelas sekaligus akan meningkatkan keterampilan manajerial guru. Guru harus mampu membagi perhatian, mengelola waktu dengan baik, dan menggunakan metode yang efektif untuk menyampaikan materi kepada seluruh siswa. Dengan demikian, guru dapat berkembang dalam hal pengelolaan kelas yang lebih kompleks. (4) peningkatan kolaborasi antar siswa. Pembelajaran kelas rangkap juga dapat mendorong terjadinya kolaborasi antar siswa dari kelas yang berbeda dalam peroses pembelajaran. Dalam model ini, siswa dapat bekerja sama dalam suatu proyek atau tugas kelompok, yang memberikan kesempatan bagi mereka untuk belajar dari satu sama lain. Kolaborasi ini tidak hanya membantu siswa belajar secara lebih efektif, tetapi juga mengajarkan keterampilan sosial yang penting, seperti komunikasi dan kerjasama tim. (5) menumbuhkan fleksibilitas pembelajaran. Model pembelajaran kelas rangkap memberi fleksibilitas yang lebih besar dalam mengelola materi pembelajaran. Guru dapat menyesuaikan teknik pengajaran dengan kondisi dan kebutuhan kelas yang berbeda, serta mengintegrasikan pembelajaran yang lebih berbasis pada praktik. Dengan fleksibilitas ini, siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang lebih kaya meskipun berada dalam situasi yang tidak biasa.
Tantangan dalam Implementasi Model Pembelajaran Kelas Rangkap
    Meskipun model pembelajaran kelas rangkap memiliki banyak manfaat, terdapat beberapa tantangan dalam penerapannya. Beberapa tantangan tersebut antara lain: (1) kesulitan dalam pengelolaan waktu. Mengelola dua atau lebih kelas sekaligus merupakan tantangan besar bagi guru, terutama dalam hal pengelolaan waktu. Guru harus dapat membagi perhatian secara adil antara kelas-kelas yang diajar, dan setiap kelas harus mendapatkan waktu yang cukup untuk pembelajaran. Selain itu, ruang kelas yang terbatas bisa menjadi hambatan dalam mengelola lebih dari satu kelompok siswa. (2) perbedaan kemampuan siswa. Perbedaan kemampuan antara siswa di kelas yang berbeda juga bisa menjadi tantangan besar dalam model pembelajaran kelas rangkap. Siswa dengan kemampuan yang berbeda membutuhkan pendekatan yang berbeda pula. Mengelola perbedaan ini agar semua siswa mendapatkan pembelajaran yang optimal memerlukan keterampilan mengajar yang sangat tinggi. (3) keterbatasan Fasilitas dan Sumber Daya. Sumber daya yang terbatas, baik itu fasilitas fisik seperti ruang kelas atau fasilitas teknologi, juga menjadi kendala dalam implementasi model ini. Tanpa dukungan fasilitas yang memadai, seperti penggunaan teknologi pembelajaran, model pembelajaran kelas rangkap akan sulit diterapkan dengan efektif.
Tantangan dan Hambatan dalam Penerapan Model Pembelajaran Kelas Rangkap
    Dalam penerapan model pembelajaran kelas rangkap, terdapat berbagai tantangan dan hambatan yang harus dihadapi oleh guru, sekolah, dan bahkan sistem pendidikan secara keseluruhan. Meskipun memiliki banyak manfaat, tidak sedikit kendala yang muncul dalam praktik di lapangan. Beberapa tantangan tersebut meliputi kurangnya kompetensi guru, fasilitas dan insfrastruktur, dan stigma masyarakat terhadap model kelas rangkap.
    Siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dalam penerapan model pembelajaran kelas rangkap. Setiap siswa memiliki tingkat pemahaman yang berbeda terhadap materi yang diajarkan, sehingga guru harus dapat menyesuaikan metode pengajaran agar bisa menjangkau semua siswa dengan cara yang efektif. Misalnya, siswa yang lebih cepat memahami materi mungkin merasa bosan jika materi yang diajarkan terlalu lambat, sedangkan siswa yang lebih lambat memerlukan waktu lebih banyak untuk memahami konsep yang diajarkan. Oleh karena itu, guru perlu memiliki keterampilan dalam menyesuaikan pendekatan pembelajaran dengan kecepatan belajar masing-masing siswa.
    Dalam hal ini, strategi diferensiasi dalam pembelajaran dapat sangat membantu. Sebagai contoh, guru dapat membagi siswa ke dalam kelompok berdasarkan kemampuan mereka dan memberikan tugas yang sesuai dengan tingkat pemahaman mereka. Hal ini membutuhkan kreativitas dan kemampuan pengelolaan yang sangat baik dari guru untuk memastikan bahwa setiap siswa tetap merasa terlibat dan mendapatkan pembelajaran yang bermakna.
    Keterbatasan fasilitas dan infrastruktur di banyak sekolah dasar juga menjadi hambatan utama dalam implementasi model pembelajaran kelas rangkap. Tidak semua sekolah memiliki ruang kelas yang memadai untuk menampung lebih dari satu kelas dalam satu ruang. Selain itu, teknologi yang diperlukan untuk mendukung pembelajaran, seperti komputer atau perangkat pembelajaran digital, seringkali tidak tersedia atau tidak memadai di banyak daerah.
    Beberapa sekolah, terutama di daerah pedesaan atau terpencil, kekurangan sarana dan prasarana yang memadai, yang mengakibatkan pembelajaran menjadi kurang efektif. Misalnya, tanpa adanya media pembelajaran yang baik atau teknologi yang memadai, siswa mungkin kesulitan untuk mendapatkan materi yang dibutuhkan secara mandiri. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa sekolah memiliki fasilitas yang memadai dan mampu mendukung pelaksanaan model pembelajaran ini.
    Guru yang belum memiliki pengalaman atau keterampilan dalam mengelola kelas rangkap juga bisa menghadapi kesulitan besar. Mengajar lebih dari satu kelas sekaligus memerlukan keterampilan manajerial yang tinggi, seperti pengaturan waktu, penggunaan ruang kelas secara efektif, serta kemampuan untuk memberikan perhatian yang adil kepada seluruh siswa. Guru harus mampu mengelola berbagai kelompok siswa dengan cara yang efisien tanpa mengurangi kualitas pembelajaran.
    Guru perlu diberikan pelatihan yang memadai dalam hal manajemen kelas dan penerapan model pembelajaran kelas rangkap. Pelatihan ini tidak hanya mencakup teknik pengajaran, tetapi juga keterampilan dalam menggunakan teknologi dan mengatasi masalah yang mungkin timbul dalam pembelajaran kelas rangkap. Pelatihan ini dapat diberikan melalui workshop, seminar, atau bahkan sesi pembelajaran berbasis kolaboratif antara guru yang berpengalaman dan guru lainnya.
    Meskipun model pembelajaran kelas rangkap memiliki potensi yang besar, terdapat stigma negatif terhadap model ini, terutama di kalangan guru dan masyarakat. Beberapa orang mungkin merasa bahwa pembelajaran kelas rangkap tidak seefektif pembelajaran tradisional yang hanya melibatkan satu kelas dengan satu guru. Ada kekhawatiran bahwa kualitas pembelajaran akan menurun jika guru harus mengelola dua kelas sekaligus, yang pada akhirnya berdampak pada hasil belajar siswa.
    Untuk mengatasi stigma ini, perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada para guru, orang tua, dan masyarakat mengenai manfaat dan efektivitas pembelajaran kelas rangkap. Menunjukkan bukti-bukti bahwa model ini dapat memberikan hasil yang positif, dengan catatan bahwa implementasinya dilakukan dengan benar, akan membantu mengubah pandangan negatif tersebut.
Strategi Pengelolaan Kelas Rangkap yang Efektif
   Untuk memastikan bahwa model pembelajaran kelas rangkap dapat diterapkan dengan baik dan memberikan hasil yang optimal, beberapa strategi pengelolaan perlu diterapkan, seperti guru membuat perencanaan pembelajaran yang cermat, penggunaan teknologi pembelajaran yang tepat guna, menggunakan pendekatan pembelajaran diferensiasi yang ter-manage dengan baik agar dapat memenuhi kebutuhan setiap siswa semisal dengan memberikan tugas atau proyek yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa, pengelolaan kelas yang efektif salah satu caranya dengan menggunakan sistem rotasi, di mana siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan bekerja pada tugas yang berbeda secara bergantian. Selain hal-hal tersebut, penting bagi guru untuk menjaga komunikasi yang baik dengan siswa, memberikan umpan balik secara rutin, dan menjaga suasana kelas yang positif dan kondusif untuk belajar.
Peluang Pengembangan Model Pembelajaran Kelas Rangkap di Masa Depan
    Meskipun model pembelajaran kelas rangkap sudah diterapkan di beberapa sekolah dasar, masih banyak potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan efektivitasnya. Salah satu peluang besar adalah integrasi teknologi pendidikan yang semakin berkembang. Misalnya, penggunaan pembelajaran berbasis aplikasi atau sistem manajemen kelas berbasis cloud dapat membantu guru untuk mengelola kelas rangkap dengan lebih efisien dan fleksibel.
    Selain itu, penting untuk terus melakukan riset mengenai pengaruh model pembelajaran kelas rangkap terhadap hasil belajar siswa. Dengan adanya data dan bukti yang jelas mengenai keefektifan model ini, sekolah-sekolah di daerah dengan kekurangan guru dapat lebih mudah mengadopsi model ini dan memperoleh manfaat yang maksimal.
 
Referensi
  1. Depdiknas. (2010). Pedoman Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
  2. Hasan, M. (2019). Manajemen Kelas untuk Pembelajaran yang Efektif. Jakarta: Penerbit Erlangga.
  3. Maulana, R. (2020). Kebijakan Pendidikan dalam Mengatasi Kekurangan Guru: Pembelajaran Kelas Rangkap. Jurnal Kebijakan Pendidikan, 9(2), 44-53.
  4. Kurniawan, D. (2021). Efektivitas Pembelajaran Kelas Rangkap di Sekolah Dasar. Jurnal Riset Pendidikan, 8(2), 112-120.
  5. Lestari, I. (2019). Model Pembelajaran Kelas Rangkap di Daerah Terpencil. Jurnal Pendidikan danTeknologi, 6(1), 34-45.
  6. Pratiwi, N. (2022). Tantangan dan Solusi dalam Pembelajaran Kelas Rangkap. Jurnal Ilmu Pendidikan, 7(3), 67-75.
  7. Rahmawati, S. (2019). Pengaruh Pembelajaran Kelas Rangkap terhadap Hasil Belajar Siswa. Jurnal Penelitian Pendidikan, 12(1), 23-34.
  8. Setiawan, B. (2021). Inovasi Pembelajaran di Sekolah Dasar: Pembelajaran Kelas Rangkap. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, 1, 78-85.
  9. Widiastuti, R. (2020). Pembelajaran Kelas Rangkap: Solusi untuk Kekurangan Tenaga Pendidik. Jurnal Pendidikan Dasar, 10(4), 90-102.
  10. Wibowo, A. (2018). Model Pembelajaran Kelas Rangkap dalam Pendidikan Dasar. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 2(3), 112-118.





Sabtu, 21 September 2024

MERENCANAKAN PEMBELAJARAN DENGAN MODEL BACKWARD DESIGN

Sering kita dengar petuah dalam ilmu manajemen “perencanaan yang baik adalah separuh keberhasilan”. Begitu juga dengan guru, harus bisa membuat perencanaan pembelajaran yang baik yang akan diterapkan di kelas. Bayangkan jika guru tidak membuat perencanaan pembelajaran atau hanya copas milik rekan sejawat tentu sangat berbahaya (gak bahaya ta………!!!). Ibarat tentara yang akan berangkat perang tapi tanpa bekal strategi tempur yang mumpuni. Ingatlah petuah Sun Tzhu dalam bukunya Art of War “jika kamu mengenal musuh dan mengenal diri sendiri, kamu tidak perlu takut dengan hasil dari seratus pertempuran”. Dengan kata lain, 99% kemenangan bisa diraih, 1% tergantung takdir Yang Maha Kuasa. Setelah mengetahui kemampuan musuh dan kemampuan pasukan sendiri barulah membuat strategi peran yang efektif dan efisien. Begitu juga dengan guru, jika guru telah mengetahui profil siswa dan sadar akan profil dirinya sendiri maka keberhasilan pembelajaran sudah dapat diprediksi. Tetapi memahami siswa dan diri sendiri saja tidaklah cukup tanpa dilanjutkan dengan membuat perencanaan pembelajaran yang matang.

Perencanaan pembelajaran dirancang untuk memandu guru dalam melaksanakan pembelajaran sehari-hari untuk mencapai Tujuan Pembelajaran (TP). Rencana pembelajaran disusun berdasarkan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP). Perlu diingat bahwa tujuan pembelajaran yang digunakan dalam perencanaan pembelajaran merupakan tujuan pembelajaran yang ada di ATP. ATP antara guru yang satu akan berbeda dengan guru lainnya meskipun mengajar siswa dalam fase (jenjang kelas) yang sama. Oleh karena itu, rencana pembelajaran yang dibuat masing-masing guru pun dapat berbeda-beda, terlebih lagi karena rencana pembelajaran ini dirancang dengan memperhatikan berbagai faktor, seperti karakteristik siswa, kondisi lingkungan sekolah, ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran, dan lain-lain. Rencana pembelajaran dapat berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau dalam bentuk modul ajar. Apabila pendidik menggunakan modul ajar, maka ia tidak perlu membuat RPP karena komponen-komponen dalam modul ajar sudah meliputi komponen-komponen dalam RPP atau lebih lengkap daripada RPP.

Guru memiliki keleluasaan untuk memilih dan memodifikasi contoh-contoh perencanaan pembelajaran yang tersedia atau mengembangkan perencanaan pembelajaran sendiri, sesuai dengan konteks, kebutuhan, dan karakteristik siswa. Salah satu model yang dapat digunakan dalam penyusunan perencanaan pembelajaran yaitu Backward Design atau desain mundur yang dikembangkan oleh Grant P. Wiggins (President of Authentich Education in Monmouth Junction – New Jersey) dan Jay McTighe (Director of Maryland Assessment Consortium).

Menurut Wiggins dan McTighe, proses belajar mengajar yang diterapkan oleh guru hendaknya didasarkan kepada hasil kajian yang serius, bukan sekedar karena buku teksnya, metodenya, atau kenyamanan kita dalam menjalankannya. Guru harus merancang pembelajaran yang memberikan peluang terbesar untuk tercapainya tujuan yang disepakati. Dengan kata lain, guru dalam merencanakan pembelajaran memulai terlebih dahulu dengan mengidentifikasi hasil (result) apa yang ingin dicapai oleh siswa. Bukan dimulai dengan materi apa yang akan diajar, melainkan apa yang dapat dipahami dan diaplikasikan siswa dari materi tersebut. Tujuan pembelajaran bukan sekadar memahami konsep X atau langkah Y, melainkan hasil apa yang akan diperoleh siswa jika mereka memiliki pemahaman-pemahaman tersebut.

Wiggins dan McTighe mengemukakan adanya dua jenis fokus dalam perancangan pembelajaran, yaitu: content-focused design dan results-focused design. Kalau guru matematika menggunakan content-focused design, mereka merancang pembelajaran dengan memulai kajiannya dari materi yang akan diajarkan, memilih sumber belajar yang diperlukan, memilih metode yang akan digunakan, dan kemudian berharap agar siswanya belajar. Namun, Wiggins dan McTighe mengkritisi bahwa ketersediaan konten itu tidak serta merta menjamin terjadinya belajar. Mereka mengatakan bahwa rancangan itu tidak boleh didasarkan kepada “hope” saja, tetapi harus betul-betul “by design”. Guru harus merancang tujuan dan bagaimana tujuan itu betul-betul dicapai. Kalau siswa diminta membaca, guru harus jelas apa yang harus dibaca, bagaimana membacanya, apa yang harus dihasilkan dari kegiatan membaca tersebut, kemungkinan bantuan apa saja yang harus diberikan agar maksimal hasil membacanya, bagaimana cara membagikan apa yang sudah dipahami dari bacaan tersebut dan lain sebagainya. Karena itu, Wiggins dan McTighe lebih cenderung untuk menggunakan results-focused design yang menjadi fokus dari Backward Design.

Backward Design terdiri dari tiga kegiatan pokok, yaitu: (1) mengidentifikasi hasil yang diinginkan, (2) menetapkan bukti pembelajaran yang memadai, dan (3) merancang pengalaman belajar siswa dan instruksi pembelajaran guru. Wiggins dan McTighe menggambarkan alur backward design seperti berikut.




Jika digambarkan lebih detail bisa dilihat dari gambar berikut ini.

Dari gambar di atas terlihat proses yang dilakukan pendidik dalam menyusun perencanaan pembelajaran (RPP/Modul Ajar). Langkah pertama yang harus diperhatikan adalah: (1) Memahami tujuan pembelajaran dengan cara terlebih dahulu memahami kompetensi dan konsep/konten kunci yang harus dikuasai siswa. (2) Tentukan strategi asesmennya yang dapat mengukur kompetensi yang dimunculkan siswa ketika mereka sudah mencapainya. (3) Mendesain proses belajar: menentukan metode, menyusun urutan dan mencari sumber materi yang membantu siswa menguasai kompetensi yang dituju.

Akhir kata, meskipun sama-sama jenis profesi tapi profesi guru bukan profesi tukang sulap yang cuku baca mantra sim salabim avada kadavra langsung bisa merubah siswa. Jadi perlu adanya asesmen awal dan perencanaan pembajaran yang baik.

Tetap semangat Bapak/Ibu guru….jangan pantang menyerah untuk mencerdaskan para generasi penerus bangsa.👍👍👍

 

Sabtu, 27 April 2024

KISAH SEORANG WALI DAN SEORANG PREMAN PASAR

 

Di suatu daerah terkenallah seorang wali agung. Setiap hari pondok pesantren sang wali selalu ramai dikunjungi orang dengan segala keperluan. Ada yang ingin meminta berkah doa atas segala hajat, bahkan ada yang sekedar ingin melihat wajah sang wali agung.

Mbah Wali, begitu orang-orang sering memanggilnya meskipun usia sang wali belumlah terlalu tua sekisaran separuh baya. Tetapi karena kewibawaannya maka orang-orang memanggilnya dengan embel-embel gelar mbah. Selaiknya gelar kyai, pemberian gelar mbah juga lumrah berlaku di bumi Nusantara khususnya di tanah Jawa untuk disematkan kepada orang-orang yang selain tua secara usia tetapi orang-orang yang belum tua tetapi dianggap mempunyai suatu kelebihan tertentu (ilmu linuwih/ilmu kanuragan).

Urusan doa, ke-mustajabahan doa sang wali tidak perlu diragukan lagi. “minggu lalu si Aripin meminta doa kepada mbah wali supaya anak gadis semata wayangnya segera mendapat jodoh. Esok hari hajatnya terkabul, anak gadisnya di lamar juragan Marto” ujar kang Said kepada rekan-rekan ngopinya di warkop bu Timbul. “betul, ingat tidak musim kemarau panjang tahun lalu. Sudah puluhan kyai kita datangi untuk kita mintakan doa agar segera hujan tapi hujan tak kunjung turun. Tapi saat kita ke mbah wali, belum beliau menurunkan tangan saat berdoa mendung tiba-tiba muncul dan hujan pun turun” balas kang Maman. Rupanya bu Timbul tertarik juga untuk menimpali. “pernah lho, mbak-mbak seng omahe pas enggok-enggokan kuwi, sowan mbah wali. Dekne jaluk laris”…. ”jaluk laris piye bu” potong kang Maman. “halaaaah….kowe-kowe pasti wes ngerti lah maksudnya” bu Timbul meneruskan bicaranya.

Saat orang-orang di warkop sedang asyik mengobrol, masuklah Markuwat dengan senyum kecut yang semakin menambah “tampan” (baca; dingin) wajah sangarnya. Sontak orang-orang di warung pun terdiam. Bahkan kang Maman yang sedang memegang cangkir kopi mendadak tangannya gemetar saking takutnya dengan sosok Markuwat.

Markuwat adalah seorang gali (preman/bromocorah) pasar yang terkenal sadis dan kejam. Nama asli dan lengkap yang diberikan oleh orang tuanya adalah Muhammad Markuwat. Orang tuanya menyematkan nama Muhammad dengan harapan saat dewasa Markuwat menjadi orang terpuji yang dihormati masyarakat. Tetapi karena salah lingkungan pergaulan sejak kecil Markuwat justru tumbuh menjadi sosok sebaliknya. Markuwat sudah langganan keluar masuk penjara untuk jenis kejahatan beragam mulai dari mencuri, membegal, menyiksa, menteror, narkoba. Mabuk disembarang tempat. Bahkan Markuwat pernah membunuh juragan Jufri seorang turunan Arab Yaman yang terkenal pelit kedekut karena perselisihan masalah hutang piutang. Selain kebiasaannya keluar masuk penjara, Markuwat juga terkenal mempunyai ajian ilmu-ilmu kejadugan (ilmu kanuragan) seperti ajian cor wojo untuk kebal segala jenis senjata, ajian halimun petak untuk menghilang dari pandangan, dan ajian welut putih untuk memudahkan meloloskan diri saat tertangkap aparat. Ajiannya yang paling mumpuni adalah pring apus suatu jenis ilmu pamungkas dimana pemilik ajian ini akan punya kemampuan untuk gampang ngapusi atau menipu orang lain.

“Kayak biasanya bu” ucap Markuwat kepada bu Timbul. “ok” jawab bu Timbul. “kok suwe ora ketok? (kok lama tidak kelihatan?)” tanya bu Timbul. Markuwat hanya menjawab dengan tersenyum kecil dan masam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Sebenarnya orang-orang di warkop sudah paham jawaban dari Markuwat tersebut karena mereka sudah tahu kalu sudah beberapa bulan dia nginap di dalam penjara.

”tadi malam aku mimpi ada orang tinggi besar dan ganteng yang tiba-tiba menuangkan sekarung tepung putih ke badanku dan langsung membawaku terbang tinggi ke langit. Saat di langit kulihat ada orang di bawah yang sedang berkubang di lumpur sehingga kelihatan hitam kotor seluruh badannya” tiba-tiba Markuwat berseloroh menceritakan pengalaman mimpinya. Orang-orang di warkop yang sedari tadi diam kecut mendadak saling toleh karena kaget tiba-tiba mendengar cerita Markuwat. “mungkin sampean bisa sowan ke mbah wali untuk menanyakan arti mimpimu” timpal Kang Said. “hhhmmmmm…..aku ini bromocorah, apa pantas untuk bertemu dengan seorang wali” Markuwat menanggapi. Warkop tiba-tiba hening kembali, tidak ada lagi seorangpun yang berani menanggapi jawaban Markuwat. Tetapi disaat keheningan tersebut, Allah dengan sifat al-Lathif-nya menghembuskan “angin” hidayah kedalam hati Markuwat yang menyebabkan Markuwat tiba-tiba merasa hatinya terasa damai, tenang, adem yang membuatnya bingung dan bertanya-tanya didalam hati “ada apa ini, perasaan apa ini, apa yang sedang terjadi????”. “apakah memang benar aku harus bertemu dengan mbah wali?” bisik Markuwat didalam hatinya.

Sementara itu di ndalem mbah wali.

“mik…..abah mau ke pasar dulu” ujar mbah wali kepada istrinya. “ngapain abah repot-repot ke pasar, kalau butuh sesuatu bisa merintahkan santri” jawan istri mbah wali. “ke pasar itu juga salah satu sunnah Nabi mik. Dulu Rasulullah juga sering ke pasar” timpal mbah wali. “baiklah bah, kalau begitu umik sekalian titip belikan beras, ikan bandeng, ayam kampung potong, sayur bayam dua ikat, bawang merah, cabe rawit, ketumbar, merica, minyak goreng, sabun mandi, sabun cuci piring, shampoo, sekalian skincare” balas istri mbah wali. “waduuuuuuuuhhhhhh…….” Respon mbah wali atas permintaan istrinya sambil tertawa dam menepuk jidad dengan telapak tangannya. Berangkatlah mbah wali ke pasar dengan ditemani oleh seorang santrinya.

Singkat cerita, sampailah mbah wali di jalan setapak yang sepi. Karena masih pagi dan kondisi cuaca yang berkabut, lamat-lamat dari kejauhan terlihat sesosok orang yang berjalan berlawanan arah dengan mbah wali dan santrinya. Setelah semakin dekat terlihatlah sosok yang berjalan tadi adalah Markuwat sang bromocorah.

“ya Allah…itu mbah wali. Aku harus bagaimana ini? Haruskah aku yang kotor dan hina ini menyapa, bersalaman menyentuh tangan orang suci itu?” Ujar Markuwat dalam hati.

“ya Allah…itu Markuwat, kenapa sepagi ini aku harus bertemu dengan orang sehina itu? Jangan-jangan dia akan membegalku” Bersit hati mbah wali.

“jangan……janganlah aku menyapanya….ah tidak, aku harus menyapanya karena tujuanku memang untuk sowan kepadanya” bisik hati Markuwat.

“jangan sampai orang kotor itu menyapaku” bisik hati mbah wali.

Jarakpun semakin dekat antara keduanya. Setelah keduanya berpapasan, dalam hitungan sepersekian detik keduanya saling berpaling membuang muka. “jangan wahai Markuwat, engkau orang kotor janganlah engkau mengotori tangan mbah wali, palingkanlah wajahmu…janganlah engkau yang hina memandang wajah seorang yang suci” bisik hati Markuwat. “cih…..gak sudi aku melihatmu wahai manusia durjana” hina mbah wali dalam hati sambil memalingkan mukanya.

Tanpa disadari oleh keduanya, saat itu jugalah Allah SubahanaHu wata’ala dengan sifat ke Maha Kuasa serta kehendaknya memindahkan maqom kewalian mbah wali kepada Markuwat. Semua terjadi begitu cepat. Kalau Allah sudah berkehendak tidak ada sesuatupun yang dapat menghalangi. Allah mengampuni dan mengangkat derajat Markuwat atas sifat khusnul dzon-nya. Allah juga menjatuhkan derajat mbah wali atas sifat sombong dan suul dzon-nya. Tiba-tiba keduanya terjatuh tersungkur dampak merasakan keagungan Tuhannya. Yang satu tersungkur atas karunia dan yang satu tersungkur atas musibah.

Tetapi yang tidak diketahui oleh mereka, disebalik pohon asam kawak dipinggir jalan ada seseorang gila berambut gimbal tak terusus, badan berdebu, tak berbaju hanya bercelana komprang warna wulung compang-camping yang sedang bersembunyi dan dengan kasyaf-nya menyaksikan prosesi kejadian tersebut sambil mengelus dada dan berucap……astaghfirullaaaah….subhanallah…..Maha Suci Engkau ya Allah yang dengan mudahnya membolak-balikkan hati mahluk-Mu….Maha Suci engkau ya Allah yang telah dengan mudahnya meninggikan dan merendahkan derajat hamba-hamba-Mu…ya muqollibul quluub tsabbit qolbi ‘ala diinika.

“Lailaaaa…..Lailaaaaa…..Lailaaaaa…..ana uhibbuKa ya Laila….” Terdengar ocehan lelaki misterius tersebut sambil beranjak pergi. Ternyata dia adalah Qois bin Maluh yang terkenal majenun (gila) karena berjumpa dengan Laila.

 

Probolinggo, 16 Syawal 1445H